Senin, 19 Mei 2008

Kebanyakan Suplemen, Seumur hidup Cuci Darah



*sumber koran jawa pos edisi minggu 16 maret 2008
*purwati,madiun


Tubuhnya sangat lemas, nyaris tak punya nafsu makan, cairan menumpuk diparu-paru, hingga sulit bernapas. Itulah derita yang harus dialami Rahman Sukardi setiap hari. Derita itu harus dialami lantaran ginjalnya sudah tidak berfungsi. Sejak oktober 2005, atlet binaraga yang juga PNS di Pemkot Madiun itu divonis menderita gagal ginjal. Sejak itulah, kelanjutan hidup Rahman harus bergantung kepada alat hemodialisa atau cuci darah yang dilakukan secara rutin seminggu dua kali.

"saya nggak menyangka akan sakit begini.Walaupun sebenarnya saya sudah sakit sejak lama, saya nggak pernah merasakan sakit. Mungkin karena saya selalu menggunakan suplemen," ungkap bapak empat anak itu saat ditemui koran jawa ini di RSUP dr Soedono, Madiun, Jumat lalu (14/3).


Ketika awal merasa sakit, Rahman pernah dirawat empat bulan lebih dirumah sakit. Berbagai upayah telah dicoba untuk menyembuhkan penyakit itu. Namun, kondisi Rahman justru makin parah. Hingga akhirnya RSUP dr Soedono menyarankan agar melakukan cuci darah secara rutin untuk menyambung hidup.


Berdasarkan pengalaman beberapa teman yang keluarganya juga menderita gagal ginjal, Triana, istri Rahman, disarankan untuk menjalani operasi CAPD atau penanaman ginjal plastik buatan diperut suaminya di Surabaya. Tetapi, disana ditolak. Katanya, cairan yang ada diperut dan paru-paru sudah terlalu banyak. Jadi harus dikecilkan dulu dengan terapi" ungkap Triana.

Operasi itu diperkirakan menelan biaya hingga Rp. 15 juta. Itu pun karena Rahman memperoleh keringanan dari asuransi kesehatan sebagai PNS. Biaya cuci darah rutin Rahman juga sepenuhnya ditanggung Askes.

"Untung, kami terbantu dengan Askes. Jadi, walaupun harus cuci darah seumur hidup, masih bisa gratis. Kalau orang lain yang nggak pakai Askes setiap bulan bisa keluar biaya hingga Rp. 8,5 juta " ungkapnya. Triana mengaku, kini punya banyak sahabat dari keluarga sesama penderita gagal ginjal lantaran selama tiga tahun bergelut dengan penyakit ginjal demi kesembuhan suami tercintanya.


Meski penyakit gagal ginjal bisa disembuhkan dengan transplantasi ginjal, Triana mengaku pesimis, kecil harapan bagi suaminya untuk sembuh total. Sebab, perlu biaya besar untuk mengganti ginjal tersebut. "Mencari orang yang mau mendonor ginjal yang cocok kan susah. Sebab, darahnya harus sama dan ukurannya juga harus sama. Selain itu, biaya operasinya saja bisa lebih dari Rp. 500 juta" katanya.


Rahman tak menyangka tuntutan profesinya sebagai olahragawan yang mengharuskan minum suplemen setiap akan bertanding justru membawanya kepada penyakit yang sulit disembuhkan seumur hidup itu. "saya nggak menyangka kalau akhirnya akan jadi begini," ujarnya dengan mata berkaca-kaca.


Pria yang telah menggeluti dunia olah olahraga binaraga sejak 1990 itu mengaku begitu cinta profesinya. Hingga diet ketat dan berbagai cara diupayakan untuk menjadi atlet binaraga terbaik. Bahkan, ketekunannya itu pernah menggoreskan tinta emas untuk Kota Madiun. Pada tahun 2001, Rahman menjadi juara nasional pertandingan binaraga kelas walter mewakili Jawa Timur. "Kadang-kadang saya masih kangen dengan anak-anak bimbingan saya di fitnes. Tapi, mau bagaimana lagi. Keadaan saya sekarang sudah berbeda," keluhnya.

Kini Rahman sudah tidak bisa menjadi atlet. Daya tahan tubuhnya yang sangat lemah membuatnya hanya mampu berjalan 20 meter. "Kalau dulu, saya bisa mengangkat beban hingga 360 kilogram. Sekarang mengakat 10 kilogram saja saya sudah nggak kuat," tuturnya, seraya menatap istri tercinta yang mendampingi ketika selang-selang yang dipasang di tubuhnya memproses pencucian darah melalui alat khusus yang bekerja seperti ginjal buatan. Kini kemanapun akan pergi, Rahman harus mengandalkan Triana untuk mengantar. (end)